Hari itu jam 6 pagi Matahari bersinar cerah, udara juga bersih dan sejuk. Selepas senam Meditasi Prana, saya berniat jalan-jalan pagi. Ketika sedang melintasi ujung gang pertigaan tiba-tiba terlihat pancaran sinar merah dari pohon Matoa depan rumah tetangga. Biasanya itu adalah pancaran sinar dari benda ghaib atau pusaka. Saya tidak tertarik dengan benda ghaib semacam itu apalagi mengambilnya. Saya hiraukan saja dan terus melanjutkan perjalanan pagi itu.
Setelah kembali sampai rumah, sebelum memulai aktivitas kerja sehari-hari, saya sempatkan online untuk sekedar membalas komentar blog ini, bila memang ada. Baru beberapa menit tiba-tiba seorang teman menelpon, suaranya serak-serak, seperti sedang sakit dan gugup. Dia adalah pemilik rumah yang tadi pagi saya melihat sinar merah di pohon Matoa. (Karena alasan menjaga privasi kami rahasiakan nama dan alamat).
Beliau lalu datang ke rumah untuk konsultasi. Setelah bertemu saya dapati memang ada kejanggalan dengan dirinya. Singkat cerita, ia mengeluh bahwa akhir-akhir ini badannya terasa tidak sehat. Lemas dan tidak bertenaga. Bermula sejak ia memungut sebilah keris kecil seukuran kira-kira 20 cm yang dia temukan didepan rumah, samping pohon Metoa pada malam Jumat. Daripada menerka-nerka, saya katakan kepadanya nanti sebelum berangkat kerja saya usahakan bisa mampir untuk melihatnya.
Ternyata Keris tersebut ber-LUK (lekuk) lima dengan ujung pesi berbentuk kepala orang. Ia dapati keris tersebut dalam posisi berdiri tegak, dan saat itu malam Jumat jam 1 malam. Ia pernah berkonsultasi dengan rekannya yang mengerti hal ghaib, menurut rekannya keris tersebut mengandung energi ghoib yang besar dan memiliki tuah untuk kemudahan rejeki. Maka disarankan untuk dirawat, diolesi minyak wangi dan disimpan dengan baik. Tetapi ternyata baru beberapa hari menyimpan keris tersebut efeknya membuat dirinya lemas, lesu dan tidak bergairah hidup.
Saya bertanya kronologis penemuan keris tersebut. Sebab saya merasa ada yang janggal. Ketika menghubungkan kemunculan keris dengan sinar merah yang tadi pagi saya lihat didepan rumahnya itu. Akhirnya dia jujur bercerita bahwa pada malam Jumat itu bersama 4 kawannya sedang ngobrol santai di teras rumah. Lalu seorang rekannya dengan sengaja “memunculkan” benda pusaka dari alam ghaib. Muncullah keris dan beberapa batu. Jadi sebenarnya keris tersebut adalah hasil penarikan dari alam ghaib.
Lalu dengan sejujurnya saya katakan, sebaiknya labuh saja keris tersebut. Labuh adalah melarung / melepas / membuang benda pusaka ke sungai / laut. Sebab keris tersebut beraura panas dan tidak baik untuk dirawat apalagi disimpan.
Tampak ada rasa kecewa dimukanya, seperti tidak rela untuk melarung keris tersebut. Maka saya katakan: “ini hanya pendapat saya, bila Mas tidak percaya juga tidak mengapa. Atau anda ingin berkonsultasi dengan orang lain juga lebih baik. Terserah anda saja.” Setelah berpikir sejenak kemudian ia memutuskan untuk berkonsultasi dengan ahli keris (orang yang mendalami ilmu perkerisan) yang ia lebih percayai.
Ketika melihat keris tersebut sesepuh pun hanya tersenyum kecil. Lalu menyarankan untuk melarungnya saja. Sebab menurut beliau keris tersebut adalah keris tumbal. Maksudnya keris yang sering digunakan sebagai tumbal saat acara pendirian rumah, ruwatan, pembuat jalan atau acara lainnya.
Tentu saja keris jenis ini tidak baik untuk disimpan. Jelas beraura panas dan berefek merugikan. Kalau orang Jawa mengistilahkan “brangasan”. Dan sudah terbukti terasa efeknya terhadap kesehatan pemungutnya.
Dia mengatakan masih bimbang untuk melepaskannya. Merasa tidak enak hati dengan rekan-rekan yang malam itu telah melimpahkan keris tersebut kepadanya. Dan dia telah berjanji bersedia merawatnya. Saya pikir disinilah mulai ada lingkaran setan. Ia telah memasang belengu pada dirinya sendiri, meskipun atas ketidaktahuan.
Akhirnya harus memilih keselamatan diri pribadi atau janji. Ia pun merelakan keris yang didapatnya melalui fenomena supranatural itu untuk dilarung di sungai.
Beberapa hari kemudian ia memberi kabar masih merasakan efek negatif yang menyelimuti dirinya. Bahkan semakin menjadi dan terasa berat tekanan dibadan. Situasi ternyata belum membaik. Pancaran aura merah di pohon Metoa yang pagi itu saya lihat ternyata adalah serangkaian dari ghaib yang turut “tertarik” saat mereka melakukan penarikan keris itu ke dunia materi manusia. Namun belum sempat mewujud dalam bentuk benda. Energi keberadaannya masih bersemanyam di pohon Metoa. Ada 3 ghaib.
Ia meminta saya untuk memindahkan energi ghaib khodam JIN tersebut, tetapi saya menolaknya, saya katakan bahwa ada orang yang lebih berkewajiban melakukannya. Yaitu rekan-rekannya yang kala itu melakukan ‘penarikan’. Berani memulai, harus berani untuk menyelesaikannya pula. Berani bertanggungjawab.
Telah lebih dari 10 hari sejak pengangkatan benda ghaib tersebut, ia masih terus merasakan efek ghoib dibadannya. Membuatnya lemas dan pikiran kacau. Setelah sedikit demi sedikit penyebabnya sudah mulai diatasi, meski belum sembuh total tetapi keadaannya telah lebih baik.
Ini menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua tentang dunia ghaib dan efeknya. Agar mendayagunakan kemampuan ilmu yang dimiliki dengan lebih hati-hati.
Menyimpan dan merawat keris itu boleh saja, tetapi tentunya keris yang memiliki nilai adiluhung tinggi atau memiliki histori (sejarah) yang baik. Bukan dipandang dari bertuah atau tidak. Bukan pula karena hasil tarikan dari alam ghaib. Bukan sembarang keris pungutan. Saya pribadi senang menggeluti mahakarya leluhur yang disebut keris ini. Bukan karena tuah-nya tetapi karena keindahan bentuk keris itu sendirinya. Selama ini saya hanya menyimpan keris yang sudah “dibersihkan” dari unsur-unsur khodam (JIN). Sehingga keris tidak lagi dianggap mistis, klenik, keramat atau dijauhi orang dengan alasan bila menyimpannya dianggap syirik. Tragis bila mahakarya luhur ini pada akhirnya nanti tidak ada anak cucu yang mau menyimpan apalagi melestarikannya, karena alasan klenik dan dianggap syirik.
Padahal pada kenyataannya keris adalah sebuah mahakarya dari para leluhur pada jamannya yang sampai kini nilai seninya telah diakui dunia. Seharusnya ini bisa menjadi suatu kebanggaan bangsa, seperti halnya karya Sastra, Batik, Gamelan (alat musik) dan candi Prambanan, candi Borobudur yang menjulang tinggi nan megah.
Fenomena ghaib memang selalu terlihat memukau dan memikat hati. Tetapi dari dulu kami sering mengatakan agar OJO GUMUNAN (jangan mudah terpukau) oleh fenomena keajaiban ilmu ghaib ini. Serta berhati-hatilah sebab segala sesuatu yang berhubungan dengan ghaib pasti selalu ada konsekuensinya.
Inilah sekelumit cerita kehidupan disekeliling saya beberapa hari ini. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik bagi pembaca blog Rasa Sejati. Mohon maaf bila ada tutur kata yang kurang berkenan dihati. Nuwun.