Dalam bahasa Jawa “Weton” berasal dari kata dasar “Wetu” yang bermakna “keluar” atau lahir. Kemudian mendapat akhiran –an yang membentuknya menjadi kata benda. Yang disebut dengan weton adalah gabungan antara hari dan pasaran saat bayi dilahirkan kedunia. Misalnya Senin Pon, Rabu Wage, Jumat Legi atau lainnya.Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon adalah nama-nama pasaran (untuk lebih jelasnya anda bisa menyimak di artikel Kajian Hari).
Jadi pengertian Puasa Weton adalah puasa yang dilakukan pada hari kelahiran berdasarkan perhitungan kalender Jawa yang berputar selama 35 hari. Artinya diperingati setiap 35 hari sekali. Berbeda dengan acara ulang tahun yang diperingati setahun sekali.
Amalan Puasa Weton merupakan ajaran mulia dari para leluhur, guna menghayati dan menghargai kelahirannya diri kita ke alam dunia ini. Falsafah sederhana puasa weton ini adalah hari lahir merupakan kehendak Tuhan dalam hidup kita. Jadi pada hari tersebut, kembali kita mengingat kasih Tuhan yang begitu besar dalam hidup kita. Dengan harapan, agar kita ingat bahwa lahirnya manusia dimuka bumi ini membawa kodrat. Kalau dalam istilah Quran, diturunkannya manusia dimuka bumi ini adalah sebagai khalifah / pemimpin (Al-Baqarah: 30).
Layaknya sebagai seorang khalifah adalah membawa berkah dan rahmat bagi alam semesta. Bukan untuk merusak apalagi membinasakan alam atau sesama manusia.
Setiap diri yang selalu ingat kepada kodratnya ini maka akan menjadi pribadi-pribadi yang mulia, bijaksana dan penuh kasih sayang kepada sesama dan seluruh alam. Maka kehidupannya akan senantiasa dalam lindungan dan penjagaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Amalan puasa Weton memang tidak ada tuntunan langsung dari Rasulullah. Sebab ini adalah salah satu cara para leluhur Jawa berpuasa. Tidak ada hubungan dengan aliran agama tertentu. Jadi boleh diamalkan oleh semua orang, apapun agama dan keyakinannya. Walaupun demikian sesungguhnya amalan ini tersirat dari perilaku puasa Rasulullah Muhammad SAW. Anda bisa simak hadist tentang puasa Sunah Senin-Kamis. Seperti hadist berikut ini.
Nabi ditanya tentang puasa hari Senin lalu beliau menjawab, “Itu adalah hari dimana aku dilahirkan, dan hari dimana aku diutuskan sebagai Nabi, atau dimana diturunkannya wahyu pertama padaku”. (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i, sanadnya shahih).
Dari Hadist tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Islam boleh hukumnya mengkhususkan ibadah pada hari tertentu yang dianggap memiliki arti istimewa (baik). Juga diperbolehkan memperingati hari lahir dengan berpuasa. Atau beribadah sunnat lainnya karena ittiba’ (mengikuti) kepada Nabi SAW saat hari kelahirannya. Dan ini tidak termasuk kategory bid’ah yang dilarang seperti yang sering dituduhkan segelintir golongan umat Islam yang mengaku-aku pengikut sunnah.
Ritual Weton
Dalam kaitannya dengan weton, orang Jawa memiliki tradisi yang disebut “selapanan”, yaitu memperingati weton kelahiran, yang berputar selama 35 hari itu dengan melakukan lelaku prihatin. Misalnya dengan lelaku berpuasa “ngapit”, mutih, melek (tidak tidur) dan menyediakan sesaji sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME.
Yang dimaksud dengan Puasa Ngapit adalah berpuasa 3 hari, yaitu pada hari weton, ditambah 1 hari sebelum dan sehari sesudahnya. Ada pula yang cukup dengan ritual Mutih, yaitu selama beberapa hari hanya makan nasi putih dan air putih tawar saja tanpa puasa, jadi boleh makan-minum kapan saja. Ada juga lelaku puasa 3 hari sebelum hari weton, 5 hari sebelum weton dan berbagai jenis cara puasa lainnya.
Adapula ritual melek (tidak tidur) selama 24 jam yang dimulai dari saat Matahari terbenam saat masuk hari wetonnya. Dan diakhiri ketika matahari terbenam dihari wetonnya. Sambil menghidangkan sesaji berupa variasi 4 warna bubur dan sesaji lainnya yang memiliki arti simbolik yang luhur.
Dan masih ada berbagai macam jenis tatacara ritual lainnya yang berkembang di masyarakat dalam rangka memperingati Weton Kelahiran ini. Walaupun tatacara berbeda-beda tetapi intinya sama yaitu sebagai bentuk lelaku prihatin (riyadhoh). Acara ini sangat jauh berbeda dengan acara ulang tahun jaman sekarang, yang cenderung bernuansa hura-hura bahkan suka cita yang berlebihan dan mengumbar perbuatan asusila.
Adanya perbedaan amalan-amalan lelaku dalam memperingati weton tidak perlu diperdebatkan. Sebab tatacara lelaku dan amalan sangat bergantung dengan kondisi diri dan adat yang berkembang di masyarakat.
Bagi mereka yang tinggal di desa nan asri masih banyak berbagai macam pepohonan hijau dan sungai yang bersih, dalam memperingati weton akan membuat berbagai macam sesaji berupa lauk-pauk hasil dari sawah ladangnya. Seperti nasi golong, daun jati, ikan teri, dan lain sebagainya. Tentu saja mereka tidak merasa kesulitan untuk mendapatkan semua bahan-bahan sesaji tersebut. Tetapi bagi masyakarat kota, yang tinggal di wilayah yang dikelilingi gedung-gedung beton, jarang ada pepohonan, sungai-sungai yang mengalir pun telah tercemar limbah, tiada lagi ikan yang hidup. Akan kesulitan bila untuk memperingati weton sebagaimana tradisi di pedesaan, setiap 35 hari sekali harus menyediakan berbagai macam sesaji dari alam. Maka biasanya tatacara memperingati weton ini setiap kaum adat masyakarat bisa berbeda-beda.
Begitu pula dengan tata amalan Puasa. Bagi mereka yang kehidupannya sudah dilonggarkan dari urusan duniawi akan lebih ringan dalam menjalankan puasa berhari-hari atau ritual tidak tidur semalam suntuk. Namun bagi mereka yang setiap hari masih harus bekerja keras untuk menghidupi keluarga, anak-istri, akan sangat susah untuk melakukan puasa berhari-hari semacam itu. Sementara ia harus dituntut produktifitas kerja yang tinggi bila tidak ingin dipecat dan kehilangan pekerjaan atau mata pencahariannya. Maka amalan puasa weton pun bervariasi, disesuaikan dengan kondisi diri sang pengamalnya. Yang penting tidak meninggalkan makna yang sebenarnya dari ritual weton.
Di kalangan masyarakat muslim dan pesantren, puasa weton ini biasanya dilakukan lebih dari 1 hari, ini untuk memberi solusi bagi mereka yang wetonnya jatuh pada hari-hari yang dilarang berpuasa di hari-hari tertentu seperti hari Jumat tanpa disertai puasa hari yang lain (Al Hadist). Dan itu sah-sah saja. Tidak ada sesepuh yang melarangnya. Selama suatu tradisi membawa manfaat baik, memang harus dilestarikan.
Di Sanggar Rasa Sejati, kami telah memberikan tuntunan puasa weton. Bisa anda simak di halaman Amalan Anti Sihir. Bisa diamalkan oleh siapa saja. Untuk saudara yang nonmuslim, lafal doa mantra Keselamatan bisa diganti sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Bagi yang dulu pernah membaca, silahkan disimak kembali karena kami telah update, karena dari penjelasan terdahulu ternyata masih banyak saudara-saudara yang masih bingung. Semoga tatacara yang sekarang bisa lebih dimengerti.
Manfaat Ritual Weton
Dari penghayatan dan pengamalan ritual weton yang luhur ini tentu akan membawa dampak baik bagi para pengamalnya. Antara lain :
Sebagai tanda syukur kepada Tuhan YME dan rasa terimakasih kepada kedua orang tua. Meningkatkan iman kepada Tuhan, dan berbakti kepada orang tua.
Sebagai salah satu momen untuk berintropeksi diri, ingat kembali kepada kodrat dan tugas sebagai manusia di muka bumi.
Kembali mengenal setiap unsur yang menyertai diri manusia hidup dimuka bumi ini, yaitu para Sedulur Sejati. Ada pula yang mengartikan Sedulur Papat Kalimo Pancer.
InsyaAllah, dari pengalaman telah terbukti dapat membawa dampak baik bagi kerejekian para pengamalnya. Akan membuka pintu rejeki yang luas dari segala penjuru mata angin.
Diberikan keselamatan dari segala macam bahaya yang nyata maupun magis (sihir).
Dan berbagai manfaat positif lainnya sesuai dengan penghayatan yang bisa dicapai oleh para pengamalnya.
Semua bisa terjadi bila semata-mata ada rahmat dari Tuhan Yang Maha Welas Asih.
Demikian tentang kajian Puasa weton. Semoga bermanfaat.